Sejarah Samurai
Asal muasal kaum samurai adalah pada wangsa (keluarga) Yamato, yang merupakan klan terkuat di Jepang hingga abad ketujuh Masehi. Istilah samurai, berasal dari kata kerja bahasa Jepang saburau yang berarti ’melayani’. Pada pada awalnya istilah mengacu kepada “seseorang yang mengabdi kepada bangsawan”. Yang dinamakan samurai hanya mereka yang lahir di keluarga terhormat dan ditugaskan untuk menjaga anggota keluarga kekaisaran.
Selanjutnya keluarga Yamato kesulitan mempertahankan sentralisasi negara dan mulai mendelegasikan tugas militer, administrasi, dan penarikan pajak pada mantan pesaing yang befungsi sebagai gubernur. Yamato dan kekaisaran makin melemah, sedangkan gubernur lokal makin kuat. Beberapa di antara mereka berevolusi menjadi daimyo atau penguasa feodal yang menguasai teritori tertentu dan independen dari pemerintahan pusat.
Saigo Takamori (duduk, dengan seragam barat), dikelilingi oleh prajuritnya, dalam pemberontakan Satsuma di tahun 1877. (Dlm artikel berita Le Monde Illustré, 1877).
Periode tersebut disebut masa Heian (749-1185) yaitu ketika Jepang terpisah dalam beberapa provinsi yang dipimpin oleh gubernur (daimyo) yang langsung didatangkan dari ibukota kekaisaran Heiankyo (Kyoto). Para daimyo umumnya adalah pangeran yang memiliki pasukan pengawal. Pengawal inilah yang dikenal sebagai samurai. Istilah lain yang mengacu kepada samurai yakni bushi yang berarti “orang yang dipersenjatai/kaum militer”.
Para daimyo makin mandiri dan secara perlahan meningkatkan anggota pasukan samurai mereka, dan menyiapkan klan keluarga masing-masing sebagai penguasa turun-temurun. Pada periode tersebut pasukan samurai yang mereka miliki berkembang menjadi kelompok ksatria profesional yang juga menjadi profesi turun-temurun.
Pertempuran Nagashino, Tahun 1575. Dekat Istana Nagashino, Propinsi Mikawa, Jepang
Pada awal abad ke 12 para gubernur provinsi (daimyo) yang lebih kuat dan kaya mulai bersaing untuk meraih kekuasaan. Pada tahun 1185 Minamoto no Yoritomo seorang panglima perang dari provinsi timur berhasil mengalahkan daimyo lainnya dan secara resmi menunjuk dirinya sebagai shogun yang berarti diktator militer. Mulaiah berlaku sistem feodal dengan pemerintahan militer (Bakufu) atas provinsi-provinsi.
Selanjutnya penguasa militer datang silih berganti. Namun, sejak saat itu, semua shogun, daimyo, beserta pasukan samurai mereka menjadi salah satu kelompok masyarakat yang paling hebat di Jepang dan mereka menguasai negara hingga 1867 (selama hampir 700 tahun). Seiring berjalannya waktu, semua anggota kelas penguasa, mulai dari shogun hingga ksatria yang paling rendah kastanya secara umum disebut sebagai samurai.
Pada tahun 1400, jumlah anggota kelompok samurai di Jepang mencapai angka 10 persen dari seluruh populasi masyarakat. Karena tidak ada masa peperangan, para samurai mulai merambah ke berbagai aspek budaya. Para samurai menggabungkan latihan keras dalam seni perang dengan studi ilmu klasik China seperti sastra, puisi, kaligrafi, seni lukis, dan seni keramik. Semakin tinggi derajat samurai termasuk shogun, maka semakin penting pula pelajaran tersebut baginya.
Bunga Sakura
Keadaan aman tanpa perang berlangsung hingga 1467 sebelum akhirnya pemerintahan shogun melemah dan para daimyo mulai berusaha mengambil alih kekuasaan tertinggi.
Periode berikutnya dikenal dengan periode Senoku –yang berarti periode perang- berlangsung selama 101 tahun. Pada masa itu serangkaian pertempuran dan peperangan hebat terjadi di kalangan daimyo untuk saling menguasai.
Selama periode perang tersebut keahlian luar biasa dalam seni olah pedang serta senjata lain menjadi sebuah keharusan bagi para samurai. Setiap shogun dan daimyo di seluruh jepang membentuk dojo atau sekolah beladiri yang dipimpin oleh para master atau pendekar pedang. Perang antar klan ini menimbulkan kekacauan dan kehancuran. Tak terhitung banyaknya warisan seni dan budaya yang dihancrkan seperti kuil, bangunan kuno, perpustakaan yang hancur dan hilang lenyap.
Samurai dengan membawa beberapa jenis persenjataan, Kusakabe, Kimbei, 1841-1934
Masa berikutnya Jepang berhasil disatukan sehingga mencapai masa perdamaian oleh tiga panglima perang yaitu: Oda Nobunaga (1534-1582), Toyotomi Hideyoshi (1536-1598), dan Tokugawa Ieyashu (1542-1616). Setelah satu abad lebih mengalami kekacauan, masa damai itu berdampak pada kemakmuran ekonomi dan perkembangan seni dan budaya yang terus meningkat. Arsitektur benteng menjadi marak, minat baru terhadap sastra dan puisi serta lukisan bermunculan. Upacara minum teh mencapai puncaknya, dunia keramik terus merambah bidang baru. Sedangkan ilmu bela diri pun terus berkembang.
Pada masa pemerintahan Tokugawa diberlakukan kebijakan pengasingan nasional. Semua orang Jepang dilarang meninggalakan negara secara permanen dan menolak semua orang asing mengunjungi Jepang. Jepang benar-benar terisolasi dari dunia internasional. Kebijakan ini menjadi faktor paling penting dan menyebabkan panjangnya masa pemerintahan Tokugawa hingga mencapai 250 tahun.
Pada masa Tokugawa, samurai menduduki posisi sekaligus memiliki hak-hak istimewa. Bersama dengan kelurga, samurai ini berjumlah sekitar 7-10% populasi nasional. Mereka diberi hak istimewa dan jaminan sosial yang lebih tinggi serta upah tetap yang turun temurun. Hal itu berdasarkan undang-undang yang ditetapkan Hideyoshi dan dilanjutkan oleh Tokugawa.
Karena tidak terlibat perang, samurai pada masa Tokugawa menggunakan waktu luang mereka untuk mendapat derajat pendidikan yang tidak dikenal di masa dahulu. Selama periode ini, para samurai yang sudah mendalami berbagai disiplin ilmu lain di luar seni perang, secara kolektif mulai menuliskan ciri-ciri ideal seorang samurai yang dikenal dengan Bushido atau Jalan Ksatria.
Inti bushido pada era Tokugawa adalah keyakinan bahwa samurai harus memiliki kesetiaan mutlak pada tuan/pimpinan mereka dan memiliki standar moral tinggi untuk semua tindakan dalam kehidupannya.
Kode etik Bushido mengendalikan setiap aspek kehidupan para samurai. Petunjuk utama para samurai dalam hukum tersebut adalah mereka harus mengembangkan keahlian olah pedang dan berbagai senjata lain, berpakaian dan berperilaku secara khusus, dan mempersiapkan kematian yang bisa terjadi sewaktu-waktu ketika melayani tuannya.
Bushido kemudian membentuk karakter dan perilaku masyarakat Jepang secara umum dengan cara tertentu, hingga mencapai tingkatan yang belum pernah diraih sebelumnya. Para Samurai mengajari anak-anak selama 250 tahun.
Kedatangan Laksamana Matthew Perry dengan armadanya dari Amerika di tahun 1853 yang memaksa Jepang membuka pintunya bagi perdagangan Amerika, mengakhiri masa isolasi masyarakat Jepang yang telah berlangsung selama 250 tahun.
“The Black Ship”, kapal yang dipergunakan Laksamana Perry saat memasuki wilayah Jepang di tahun 1800-an
Saat itu Tokugawa sadar bahwa tidak bisa mempersatukan dan membangun Jepang hanya dengan pedang dan tradisi yang kaku, maka kekuasaan diserahkan kepada Meiji.
Sistem feodal kuno dan kelas samurai dihapuskan secara resmi. Meiji memerintahkan para samurai untuk menyarungkan semua katananya dan diganti dengan pena, teknologi, undang-undang, dan ilmu pengetahuan. Saat itu dua juta Samurai dikembalikan ke masyarakat, mereka belajar bahkan pergi ke Amerika. Mereka juga menterjemahkan berbagai buku asing. Dengan semangat Bushido, mereka membangun Jepang.
Bushido tetap menjadi pedoman masyarakat Jepang, mereka rela mati demi negara atau Kaisar. Pada masa perang dunia kedua, tentara Jepang menggunakan bushido sebagai wujud rela mati demi Kekaisaran dengan menjadi pasukan berani mati (kamikazee). Abad ke 20 ini Jepang mulai mengembangkan diri menjadi negara industri maju. Kemajuan Jepang tidak lepas dari latar belakang tertanamnya Bushido dalam diri Samurai.
sumber : http://bansai-dojo.com/history-of-samurai/sejarah-samurai/
Mau Yang HOT HOT