Cara menghindari zina

Cara menghindari zina



Al Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah

Bismillahir rahmanir rahim......


Sebagaimana Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka Menundukkan Pandangannya, dan menjaga kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. (An Nuur: 30)

Allah Subhanahu wata’ala menjadikan zakaata (kesucian; qalbu tumbuh dalam kebaikan) setelah:

• Ghadhdhul bashar (Menundukkan Pandangan mata) dan,
• Hifzhul farji (menjaga kemaluan)

Karena inilah ghadhdhul bashar (Menundukkan Pandangan mata) dari perkara-perkara yang diharamkan memberikan tiga faidah yang agung kepentingannya dan mulia nilainya.

Faidah pertama dari Menundukkan Pandangan mata: Halawatul iman walidzatuhu (manisnya iman dan kelezatannya) yang ia lebih manis, kebih baik, dan lebih lezat dari apa-apa yang ia palingkan pandangannya dan meninggalkannya karena Allah Ta’ala. Karena,

مَنْ تَرَكَ شَيْئًا لِلّٰهِ عَوَّضَهُ الله عَزَّ وَجَلَّ خَيْرًا مِنْهُ

“Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah Azza wajalla akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik daripadanya.” (HR. Muslim)
Dan jiwa selalu menyala untuk suka memandang kepada bentuk-bentuk yg indah.

Sedangkan mata merupakan penghantar qalbu, maka qalbu akan mengutus penghantarnya untuk memandang apa-apa yang ada di sana. Maka apabila penghantarnya mengabarkan kepada qalbu tentang keindahan pandangan yang dilihatnya maka qalbu itu akan tergerak merindukannya. Sehingga qalbu terlalu letih dan membuat payah utusannya dan penghantarnya (mengumbar pandangannya).
Sebagaimana dikatakan dalam sebuah syair,

وَكُنْتَ مَتَى أَرْسَلْتَ طَرْفَكَ رَائِدَا لِقَلْبِكَ يَوْمًا أَتْعَبَتْكَ الْمَنَاظِرُ, رَأَيْتَ الَّذِيْ لَا كُلَّهُ أَنْتَ قَادِرٌ عَلَيْهِ وَلَا عَنْ بَعْضِهِ أَنْتَ صَابِرُ, فَإِذَا كَفَّ الرَّائِدُ عَنِ الْكَشْفِ وَالْمُطَالَعَةِ, اِسْتَرَاحَ الْقَلْبُ مِنْ كُلْفُةِ الطَّلَبِ وِالْإِرَادَةِ, فَمَنْ أَطْلَقَ لَحَظَاتِهِ دَامَتْ حَسْرَاتُهُ, فَإِنَّ النَّظَرَ يُوَلِّدُ الْمَحَبَّةَ

“Dan engkau tatkala mengutus pandanganmu sebagai penghantar qalbumu di suatu hari, niscaya berbagai pemandangan itu akan melelahkanmu.
Engkau melihat sesuatu yang tidak semuanya engkau kuasai atasnya dan tidak pula pada sebagiannya engkau sanggup bersabar.

Maka jika engkau menahan penghantarmu (pandanganmu) dari menyingkap dan mentelaahnya.

Niscaya qalbu akan istirahat dari beban pencarian dan keinginan.
Barangsiapa yang mengumbar pandangannya maka akan selalu berlangsung penyesalannya.

Karena sesungguhnya pandangan melahirkan al mahabbah (cinta).”
Faidah kedua dalam Menundukkan Pandangan mata: Nurul qalbi wa shihhatu firasahu (qalbu yang bercahaya dan tepat firasatnya)

Berkata Abu Syuja’ Al Kirmani, “Barangsiapa yang memakmurkan zhahirnya dengan mengikuti As Sunnah demikian pula bathinnya dengan selalu muraqabah (merasa diawasi Allah Subhanahu wata’ala) juga menahan dirinya dari syahwat-syahwat dan Menundukkan Pandangannya dari perkara-perkara yang haram dan membiasakan diri dengan memakan yang halal, niscaya tidak akan salah firasatnya.

Allah Subhanahu wata’ala menyebutkan kisah kaum Luth serta apa yang menimpa mereka, kemudian setelah itu berfirman,

إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِلْمُتَوَسِّمِينَ

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi para mutawassimin.” (Al-Hijr: 75).

Mutawassimin yaitu mereka yang memiliki firasat. Mereka adalah orang-orang yang selamat dari melihat yang diharamkan dan selamat dari perbuatan yang keji.
Allah Ta’ala befirman setelah memerintah orang-orang mukmin agar Menundukkan Pandangan dan menjaga kemaluan mereka,

اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ

“Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.” (An-Nuur: 35).

Rahasianya adalah bahwasanya balasan itu sesuai dengan jenis amal perbuatan. Maka barangsiapa yang Menundukkan Pandangannya dari apa-apa yang diharamkan Allah Azza wajalla atasnya, niscaya Allah Ta’ala menggantinya dengan yang sejenis yang itu lebih baik daripadanya. Sebagaimana orang itu menahan cahaya pandangannya dari hal-hal yang diharamkan maka Allah Ta’ala memutlakkan cahaya pandangan dan qalbunya, sehingga dengannya ia melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh orang-orang yang melepaskan pandangannya dan tidak menahannya dari apa-apa yang diharamkan Allah Ta’ala.

Perkara ini dapat dirasakan seorang insan dari dirinya sendiri. Karena qalbu itu ibarat cermin, sedangkan hawa nafsu ibarat kotoran di dalamnya. Jika cermin itu bersih dari kotoran maka gambar-gambar di dalamnya akan tampak yang sebenarnya sebagaimana apa adanya. Dan jika cermin itu kotor maka ia tidak akan bisa menampakkan gambar yang ingin diketahui, sehingga ilmu dan pembicaraannya masuk ke dalam bab dugaan dan sangkaan belaka.

Faidah ketiga dalam Menundukkan Pandangan mata: Quwwatul qalbi wa tsabatuhu wa syaja’atuhu (qalbu yang kuat, teguh, dan berani)
Allah Ta’ala memberikan kekuatan an nushrah (pertolongan Allah) dengan qalbu yang kuat, sebagaimana Ia memberikan kekuatan al hujjah (dalil) dengan qalbu yang bercahaya. Maka dihimpunkan untuknya dua kekuatan sehingga syaithan pun lari darinya, sebagaimana di dalam atsar,

إِنَّ الَّذِيْ يُخَالِفُ هَوَاهُ يَفْرَقُ الشَّيْطَانُ مِنْ ظِلِّهِ

“Sesungguhnya orang yang menyelisihi hawa nafsunya, syaithan lari dari naungannya.”
Karena inilah, didapatkan pada orang yang mengikuti hawa nafsunya: Diri yang hina, kelemahan jiwa dan kehinaan hati yang memang dijadikan Allah Ta’ala pada orang yang bermaksiat kepada-Nya. Karena sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala menjadikan kemuliaan bagi orang yang mentaati-Nya dan kehinaan bagi orang yang bermaksiat kepada-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ

“Padahal kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin,” (Al Munaafiquun: 8)

Dan Allah Ta’ala berfirman,

وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang-orang yang beriman.” (Ali Imran: 139).

Dan Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا

“Barangsiapa menginginkan kemuliaan maka sesungguhnya kemuliaan itu adalah milik Allah semuanya.” (Fathir: 10)

Yakni, barangsiapa yang mencari kemuliaan maka hendaklah dia mencarinya dengan berbuat ketaatan kepada-Nya: Dengan perkataan yang baik dan perbuatan yang shalih.
Berkata sebagian salaf, “Orang-orang mencari kemuliaan di pintu-pintu penguasa, dan mereka tak akan mendapatkannya kecuali dalam ketaatan kepada Allah.”

Berkata Al-Hasan, “Meskipun binatang tunggangan melompat bersama mereka dan keledai-keledai menghentak bersama mereka, namun jika kehinaan maksiat berada dalam qalbu-qalbu mereka, Allah Azza wa Jalla enggan kecuali la menjadikan hina orang yang berbuat maksiat kepada-nya.”

Demikianlah, barangsiapa yang taat kepada Allah Ta’ala maka sunguh dia telah berwala’ (berloyalitas) kepada-Nya. Dan tidak akan dihinakan orang yang berloyalitas kepada Rabb-nya, sebagaimana dalam doa qunut,

إِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ

“Sesungguhnya tidaklah hina orang yang Engkau kasihi dan tidaklah mulia orang yang Engkau musuhi.”

Maksud dari pembahasan ini adalah: Bahwasanya pertumbuhan qalbu tergantung pada kebersihannya. Sebagaimana pertumbuhan badan jika dikeluarkan darinya berbagai unsur kotor yang merusak.[Ustadz Abu Hasan]
Mau Yang HOT HOT